Kitab-kitab Upanisad merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kitab suci Weda. Setiap bagian dari Catur Weda Samhita masing-masing memiliki Upanisad dengan jumlah yang berbeda-beda. Upanisad digolongkan ke dalam kitab Sruti dan menjadi Sakha atau kitab yang berfungsi untuk menjabarkan isi ajaran Weda.
Secara tradisi, diyakini ada 108 kitab Upanisad, dengan rincian, 10 Upanisad merupakan Sakha dari Rg. Weda, 16 Upanisad adalah Sakha dari Sama Weda, 51 Upanisad sebagai Sakha dari Yajur Weda, dan 31 Upanisad menjadi Sakha dari Atharwa Weda.
Dari semua Upanisad yang berhasil dikumpulkan, hanya 11 atau 12 saja yang dianggap penting (Upanisad utama), diantaranya adalah Isa Upanisad, Kena, Katha, Prasna, Mundaka, Mandukya, Taittiriya, Aitareya, Chandogya, Brhadaranyaka, Swetaswatara, serta Maitri Upanisad.
Diantara Upanisad utama, Isa Upanisad disebut yang terpenting karena kitab ini merupakan bagian dari mantra Samhita. Seluruh 18 mantra dari kitab Isa Upanisad, terutama mantra pertama, dianggap sebagai ajaran paling esensial yang mendasari ajaran Agama Hindu.
Upanisad memuat penjelasannya yang sangat mendalam tentang Ketuhanan dan Tuhan (Brahman), misteri dari realitas tentang jiwa, sorga, neraka, penciptaan, ikatan serta pembebasan (moksa).
Hampir semua isi kitab Upanisad, khususnya Upanisad utama menjelaskan tema yang sama, hanya saja dengan sudut pandang yang berbeda, termasuk analogi yang digunakan. Satu hal yang mempertautkan semua tema tersebut adalah penjelasannya yang rasional dan memberi tempat istimewa pada keberagaman dan toleransi yang dihasilkan melalui dialog antara guru (acarya) dengan muridnya (sisya). Bahasa yang digunakan juga penuh nuansa kerohanian dan bermakna dalam.
Secara garis besar, ajaran pokok Upanisad antara lain:
Brahman
Dalam Upanisad, Tuhan disebut Brahman. Brahman bersifat immanent (memiliki kekuasaan untuk berada di dalam ciptaanNya) dan transcendent (memiliki kekuasaan untuk berada di luar ciptaanNya). Diibaratkan layaknya udara yang sama berada di dalam dan di luar ruangan. Brahman hanya satu adanya (monotehisme), namun orang suci yang mengetahuiNya memberi sebutan dengan banyak nama (ekam sat wiprah bahuda wadanti). Brahman bersifat Maha Ada, ada di mana-mana dan tak terbatasi oleh apapun (wyapi wyapaka nirwikara), Brahman Maha Tak Terbatas, dapat mengambil 1000 wajah (sahasra rupam) dan 1000 nama (sahasra namam).
Dalam Upanisad, keberadaan Brahman lebih cenderung kepada pantheisme yang memandang semuanya adalah Tuhan, dan Tuhan ada dalam semuanya (sarwam idham kalu Brahman). Brahman merupakan awal dan akhir dari segalanya dimana Brahman bersifat anadi ananta (tak berawal dan tak berakhir). Brahman meresapi segalanya, sehingga semuanya adalah Brahman.
Brahman memiliki sifat-sifat satyam (kebenaran), siwam (kebaikan), dan sundaram (keindahan) yang memberikan kasih sayang kepada semua makhluk. Jika ada pendosa dan mengingkariNya, Brahman akan mengirimkan ke dunia lagi, dilahirkan kembali (punarbhawa) untuk memperbaiki kesalahannya.
Atma
Dalam Upanisad, inti (jiwa) manusia disebut Atman. Atman disebut berasal dan bagian tak terpisahkan dari Brahman (Brahman Atman aikyam). Atman berada di dalam dan menggerakkan tubuh. Tubuh terbuat dari prakerti atau potensi materi yang berasal dari Tuhan sendiri. Jika tubuh bersifat sementara, maka Atman bersifat kekal dan abadi. Atman tetap ada bahkan ketika tubuh sudah rusak dan mati. Ajaran tentang Tat Twam Asi yang artinya Itu (Tuhan) adalah Engkau, berasal dari konsep ini. Dengan Tat Twam Asi, manusia akan memandang semuanya sama, menghargai semua makhluk, serta tidak menyakiti karena ia melihat jiwa yang sama dalam setiap makhluk serta ada Tuhan yang sama yang bersemayam dalam diri setiap makhluk.
Alam Semesta
Dalam Upanisad, penciptaan diibaratkan seperti laba-laba ketika membuat rumah mengeluarkan jaring-jaring dari tubuhnya, lalu ketika tidak memerlukan lagi, jaring-jaring kembali ditarik ke dalam tubuhnya. Begitu juga Tuhan menciptakan dunia beserta isinya (Brahma), memeliharanya (Wisnu) lalu mengembalikan ke asalnya (Siwa). Penciptaan-pemeliharaan-pengembalian ini bukanlah proses yang bersifat fisik atau jasmaniah, yang pada saat yang telah ditentukan oleh Tuhan semuanya akan hancur lebur melalui kiamat, tetapi lebih sebagai evolusi jiwa atau rohaniah. Isi semesta ini mengalami kiamat (pralaya) setiap saat, detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, lalu tumbuh lagi, begitu seterusnya. Semesta diciptakan dari Brahman dan akan kembali ke dalam Brahman.
Kematian
Upanisad menganalogikan kematian ibarat buah yang jatuh dari tangkainya, yang bisa terjadi kapan saja, saat masih muda, saat masih mentah, saat setengah matang atau saat sudah matang. Kematian bukan sesuatu menakutkan dan ditanggapi secara berlebihan. Kematian ibarat seperti seorang raja yang akan berangkat, seluruh rakyatnya melepas atau akan menyambutnya pulang. Tidak ada ancaman dan ketakutan akan kematian. Manusia yang semasa hidupnya suka melakukan perbuatan adharma akan diberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya dengan lahir kembali (punarbhawa). Upanisad menyatakan kematian sebagai langkah awal. Sorga dan neraka bukan terminal akhir, akan tetapi persinggahan sementara. Manusia masuk sorga dan neraka mutlak karena kualitas perbuatannya (guna karma). Jika kualitasnya tidak cukup untuk mencapai Moksa, ia akan terlahir kembali, demikian seterusnya.
Sorga, Neraka, dan Moksa
Upanisad memberikan penjelasan tentang sorga yang diartikan pergi ke tempat cahaya. Sorga bukan tempat untuk memuaskan keinginan atau nafsu tubuh atau hadiah dari kepatuhan mutlak atas satu keyakinan, namun dunia cahaya, karena jiwa itu cahaya. Tubuh yang menjadi sumber nafsu dan penderitaan tidak ada ditemukan di sorga.
Gambaran tentang neraka dalam Upanisad sangatlah sedikit. Hanya ada satu mantram dalam Isa Upanisad yang menyatakan: “Ada dunia-dunia yang dihuni raksasa, wilayah kegelapan yang pekat. Siapapun dalam hidupnya menolak jiwa jatuh ke dalam kegelapan kematian". Neraka tidak digambarkan secara dramatis seperti ketakutan orang pada kematian. Neraka hanyalah sebuah tempat gelap yang dihuni oleh orang-orang yang melakukan tindakan tidak benar (asubha karma). Seperti halnya sorga, neraka juga bukan tujuan akhir, final dan tertutup. Keduanya adalah pintu bagi jiwa menuju jalan yang lain, karena jiwa dapat lahir kembali untuk menyempurnakan dirinya dan bersatu dengan Brahman (Moksa).
Moksa adalah tujuan akhir perjalanan panjang dari sang jiwa. Moksa terjadi ketika adanya kemanunggalan antara dirinya (jiwa) dengan Brahman, seperti halnya semua aliran sungai akan berakhir di samudra. Tidak akan ada lagi nama, bentuk, dan warna yang melekat dalam air sungai (jiwa/atman) karena sudah menyatu padu dengan air samudra (Brahman). Samudra membersihkan segala kekotoran aliran sungai untuk sama dengan dirinya. Brahman membersihkan segala penderitaan jiwa, seperti udara yang ada di dalam balon yang lepas dan menyatu dengan udara yang ada di luarnya.
Karma dan Punarbhawa
Menurut Upanisad, manusia menciptakan nasibnya sendiri, bukan ditentukan/ditakdirkan semenjak dari janin. Seluruh gerak pikiran, perkataan dan perbuatan (karma) memiliki buah atau pahala yang pasti akan dipetik, entah semasa hidup atau setelah kematian. Pahala dari setiap perbuatan itu ada yang baik dan ada yang buruk, semuanya pasti akan dinikmati hingga tidak ada yang tersisa lagi.
Seluruh hasil perbuatan (karmaphala) semuanya tanpa kecuali akan dipertanggungjawabkan. Karma akan menentukan keselamatan atau ketidakselamatan manusia, baik ketika masih di dunia maupun setelah kematiannya, sehingga manusia mengambil tanggung jawabnya sendiri atas hidupnya. Tidak ada campur tangan pihak lain.
Melalui karma, manusia dimungkinkan untuk menyempurnakan kualitas hidupnya secara terus menerus dengan terlahir kembali (punarbhawa). Karma dan punarbhawa adalah penjelasan rasional karena keduanya menggambarkan evolusi jiwa dan rohani. Penderitaan yang dialami manusia semasa hidup adalah untuk membentuk karakter manusia yang ingin terus berevolusi dari negatif menjadi positif. Upanisad menganalogikan seperti tanah liat yang terus menerus digiling, dibentuk, dibakar, bahkan dijemur untuk akhirnya menjadi cangkir, piring, kendi dan bentuk keramik atau porselin indah lainnya. Pembentukan, pembakaran, penjemuran merupakan penderitaan, tetapi tujuannya adalah untuk kesempurnaan dan keindahan. Begitulah cara bekerjanya karma dan kelahiran kembali dalam Hindu.
Sumber bacaan:
Upanisad Himalaya
Jiwa Intisari Upanisad, Ngakan Putu Putra, terjemahan dari The Upanisads.
Panggilan Upanisad, Tjok. Rai Sudharta, terjemahan dari The Call of The Upanishads.
Upanisad Upanisad Utama, Agus S. Mantik, terjemahan dari The Principal Upanisads.
"Duduk Dekat di Bawah Guru” dan Transformasinya: Kajian
atas Kitab Upanisad dalam Ajaran Hindu, I Nyoman Yoga Segara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar