Kutukan Sang Sarama, Mengapa Tidak Diperbolehkan Menyakiti Binatang Saat Pelaksanaan Yadnya

Pada saat pelaksanaan upacara Yadnya, baik upacara Dewa Yadnya, Manusa Yadnya, Pitra Yadnya, Bhuta Yadnya maupun Rsi Yadnya, umat Hindu sangat pantang menyakiti binatang, khususnya anjing. Praktek ini sudah berkembang sejak lama terutama dikalangan masyarakat Hindu Bali. Apa yang menjadi dasar dari pantangan tersebut? Berikut penjelasannya.



Dalam Adi Parwa dikisahkan Maharaja Janamejaya melakukan upacara Yadnya di Kuruksetra. Semua sanak saudara sang Maharaja diperintahkan untuk menhadiri Yadnya tersebut, termasuk Sang Srutasena.

Ketika Yadnya sedang berlangsung, ada seekor anjing yang ikut menyaksikan Yadnya tersebut. Namanya Sang Sarameya. Srutasena yang melihat keberadaan Sang Sarameya menjadi tidak senang, langsung menghampiri kemudian memukulnya.

Setelah dipukul, Sang Sarameya lari sambil menangis menuju kediaman ibunya yang bernama Sang Sarama. Mendengar pengaduan dari Sang Sarameya, Sang Sarama merasa sedih mengetahui anaknya dipukul tanpa sebab.

Bergegaslah Sang Sarama menuju Kuruksetra hendak menemui Maharaja Janamejaya. Sang Sarama kemudian berkata, “ Wahai Maharaja, anak saya Sang Sarameya, dia tahu akan ketidak sucian dirinya, hanya melihat dari kejauhan saja, tidak berniat mendekati sesajen apalagi hendak mencurinya. Akan tetapi dia dipukul atas perbuatannya yang tidak berdosa. Datanglah bencana yang akan menimpa karena memukul yang tak sepatutnya dipukul”.

Demikianlah kutukan Sang Sarama. Mendengar kutukan ini, Maharaja Janamejaya menjadi sangat sedih dan bingung, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Akhirnya Maharaja Janamejaya memutuskan untuk menghentikan upacara Yadnya yang dilakukan karena merasa bahwa Yadnya tersebut sudah tidak berguna akibat kutukan Sang Sarama.

Salah satu “godaan” kecil yang seringkali terjadi ketika melaksanakan upacara Yadnya adalah kedatangan binatang, khususnya anjing, akibat adanya berbagai jenis makanan dan sesajen yang mampu mengundang kehadian mereka.

Dalam situasi seperti inilah sejatinya kesabaran Sang Yajamana (orang yang menyelenggarakan Yadnya) sedang mendapat ujian. Diperlukannya kehati-hatian agar tidak sembarangan menyakiti binatang-binatang tersebut. Tentu binatang-binatang tersebut perlu diusir agar tidak mengganggu pelaksanaan Yadnya, tetapi tidak dengan cara menyiksa atau memukulnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar