Belajar "Merdeka Belajar" dari Bagawan Domya

Apa perbedaan kehidupan nyata dengan dunia sekolah? Jawabannya adalah, pada kurikulum kehidupan, manusia mendapat ujian terlebih dahulu lalu belajar, sedangkan pada kurikulum sekolah, murid belajar terlebih dahulu lalu ujian. 

Ribuan tahun yang lalu, Bagawan Domya ternyata telah menerapkan kurikulum kehidupan sebagai pendekatan pembelajaran. Dikisahkan dalam Adiparwa, sebelum mengajarkan pengetahuan, Bagawan Domya memberikan ujian awal kepada ketiga muridnya. Masing-masing dari mereka diuji dengan jenis ujian yang berbeda.




Di sebuah pertapaan, tinggallah seorang acarya atau guru suci bernama Bagawan Domya. Sang acarya baru saja menerima tiga pemuda untuk menjadi muridnya. Ketiga pemuda itu bernama Sang Arunika, sang Utamanyu dan sang Weda.

Sebelum belajar ilmu pengetahuan suci Weda, oleh Bagawan Domya, ketiga muridnya itu diberikan tugas sebagai ujian ketaatan dan bhaktinya kepada sang guru. Sang Arunika ditugaskan menjadi petani, sang Utamanyu menjadi penggembala sapi sedangkan sang Weda menjadi juru masak.

Singkat cerita Sang Arunika mengerjakan sawahnya dengan baik. Mulai dari mengolah tanah, mengairi sawah, menyemai benih, menanam bibit, dan memelihara tanaman padi dilakukannya dengan tekun.

Suatu hari, ketika tanaman padi tumbuh dengan suburnya, hujan lebat turun sehingga menyebabkan banjir. Pematang sawah pun jebol karena tidak kuat menahan derasnya air. Sang Arunika berkali-kali memperbaiki pematang itu agar padinya tidak rusak terkena banjir.

Begitu diperbaiki, pematang itu jebol lagi, demikian terjadi berkali-kali. Karena tidak kuat lagi memperbaiki pematang yang terus-menerus jebol, sang Arunika akhirnya merebahkan badannya di pematang sawah untuk menahan banjir. Siang dan malam sang Arunika tidak bergerak dari tempatnya sampai banjir surut.

Bagawan Domya lalu mendatangi sang Arunika. Ia terkesan dengan ketekunan muridnya itu. Sang Arunika pun dinyatakan lulus ujian dan siap menerima pelajaran tentang pengetahuan suci Weda dari sang guru.

Di tempat lain, sang Utamanyu ditugaskan menggembalakan sapi-sapi milik Bagawan Domya. Dengan hati-hati sapi itu dijaganya. Berbeda dengan sang Arunika yang melaksanakan tugasnya dengan lancar, sang Utamanyu cukup banyak menemui kesulitan.

Misalnya saja, ia tidak dibekali makanan, karena merasa lapar, di sela-sela menjaga sapi, sang Utamanyu lalu pergi meminta-minta. Hasil dari meminta-minta itu dimakannya sendiri. Mengetahui perbuatan sang Utamanyu, Bagawan Domya lalu mengingatkannya bahwa meminta-minta untuk dimakan sendiri tanpa terlebih dahulu diberikan kepada guru adalah perbuatan yang salah.

Berselang beberapa waktu kemudian sang Utamanyu mengulangi perbuatannya pergi meminta-minta. Hasil dari meminta-minta itu lalu diberikan kepada gurunya. Setelah itu, ia kembali meminta-minta lagi untuk dirinya sendiri. Bagawan Domya lalu datang, kembali mengingatkan sang Utamanyu agar tidak meminta-minta dua kali dalam satu waktu karena itu perbuatan loba/rakus.

Di hari-hari selanjutnya sang Utamanyu lalu berhenti meminta-minta, untuk menghilangkan laparnya, ia lalu meminum susu sisa dari anak sapi. Dan lagi-lagi ia diingatkan oleh gurunya bahwa murid tidak boleh mengambil kepunyaan guru tanpa izin.

Hingga suatu hari, sang Utamanyu pergi menggembala sapi tanpa memakan apapun. Karena sangat lapar, ia lalu menghisap getah daun waduri yang beracun. Matanya menjadi buta. Ia tidak mampu melihat jalan lalu terjerumus ke sebuah sumur tua.

Saat petang tiba, Bagawan Domya merasa khawatir karena melihat sapi-sapinya pulang sendiri ke kandangnya tanpa sang Utamanyu. Bagawan Domya kemudian menyusul sang Utamanyu. Ditemukannya sang Utamanyu berada dalam sumur tua dan dalam keadaan buta.

Bagawan Domya lalu menyembuhkan mata sang Utamanyu. Ia pun dianggap lulus ujian dan siap menerima ajaran-ajaran suci dari gurunya.

Disaat yang bersamaan sang Weda ditugaskan melakukan pekerjaan di pertapaan. Memasak, mencari kayu bakar, menimba air, menyapu dan membersihkan rumah adalah tugas-tugas sang Weda. Semua tugas-tugas dan perintah gurunya dilakukan oleh sang Weda dengan tekun.

Bagawan Domya menjadi terkesan dengan kesabaran dan ketekunan muridnya itu. Sang Weda pun dinyatakan lulus ujian dan siap untuk belajar pengetahuan suci Weda.


Pendekatan Pembelajaran Bagawan Domya:


1. Penguatan karakter terlebih dahulu, belajar ilmu pengetahuan kemudian

Sebelum belajar pengetahuan suci, ketiga murid Bagawan Domya terlebih dahulu diberi ujian. Masing-masing muridnya diuji dengan jenis ujian yang berbeda-beda.

Sang Arunika diuji menjadi petani, Sang utamanyu sebagai penggembala sapi, sedangkan sang Weda sebagai juru masak.

Dari ujian awal ini, apa sebenarnya tujuan Bagawan Domya?
Tujuannya tentu saja sebagai proses pembentukan dan penguatan karakter dari murid-muridnya.

Bagawan Domya sangat menyadari bahwa sebelum belajar ilmu pengetahuan secara mendalam, murid-muridnya harus memiliki karakter yang baik.

Ujian dengan memberikan peran dan tugas yang berbeda tentunya akan membentuk dan menguatkan karakter dari murid-muridnya. Setelah selesai menjalani ujian, Bagawan Domya tentunya ingin murid-muridnya memiliki karakter bertanggung jawab, tekun, jujur, disiplin, kreatif, mandiri, peduli, rela berkorban, serta memiliki rasa hormat dan beretika.


2. Pembelajaran berangkat dari kelebihan, minat dan bakat murid

Mengapa sang Arunika diuji menjadi petani, sang Utamanyu menjadi penggembala, sedangkan sang Weda menjadi juru masak?

Diceritakan bahwa ketika sawahnya hampir kebanjiran, sang Arunika mampu bertahan siang dan malam menjadikan tubuhnya sebagai pematang sawah agar tanaman padinya tidak rusak terendam banjir. Hal ini membuktikan bahwa sang Arunika memiliki kekuatan fisik yang sangat baik. Karena kelebihannya itulah sang Arunika diuji menjadi petani. Dimana kita tahu bahwa seorang petani harus memiliki fisik yang kuat.

Sang Utamanyu, ketika diuji menjadi penggembala sapi banyak sekali menghadapi kesulitan serta membuat kesalahan sehingga beberapa kali sang Guru harus turun tangan langsung untuk untuk mengingatkan dan membantunya.

Meski demikian, setiap kesulitan yang dihadapi oleh sang Utamanyu tidak membuatnya lalai menjaga sapi-sapi gurunya. Karena fokus dan ketelitiannya itulah sang Utamanyu diuji menjadi penggembala. Sebab menjaga hewan peliharaan memerlukan fokus, ketelitian dan ketekunan.

Sementara sang Weda ketika diuji menjadi juru masak, mampu melayani gurunya dengan sangat baik serta penuh kesabaran. Segala perintah gurunya dikerjakan dengan baik.

Karena kesabaran dan kelembutan hatinya itulah sang Weda diberikan tugas sebagai juru masak dan mengurus rumah tangga.

Jadi, ketiga murid Bagawan Domya diberi ujian sesuai dengan kelebihan mereka masing-masing. Bagaimana seandainya jika sang Weda yang diuji menjadi petani, atau sang Utamanyu diujin menjadi juru masak? apakah mereka akan berhasil mengerjakan ujiannya dengan baik? Belum tentu.

Hal ini mengajarkan kita bahwa setiap orang itu unik dan memiliki kelebihannya masing-masing. Ada yang kuat fisiknya dan berbakat dalam bidang olah raga. Ada yang memiliki minat dalam bidang peternakan. Ada yang berbakat menjadi juru masak, dan lain-lain.

Lalu, adilkah jika orang-orang yang memiliki kelebihan, minat dan bakat yang berbeda-beda diuji dengan satu jenis ujian yang sama?


3. Pengembangan life skill dalam pembelajaran

Sebelum mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan, Bagawan Domya terlebih dahulu mengajarkan tentang keterampilan hidup (life skill).

Oleh Bagawan Domya, ketiga muridnya diberikan ujian sesuai dengan kelebihan mereka-masing agar bisa beradaptasi dan memperlihatkan perilaku positif yang pada akhirnya memampukan mereka untuk menghadapi tuntutan dan tantangan kehidupan sehari-hari dengan efektif.

Kemampuan untuk bisa menangani segala bentuk rintangan dan bisa bangun lagi dari kegagalan, kemampuan untuk membuat keputusan yang tepat, kemampuan untuk mencari solusi dan memecahkan permasalahan, berpikir kreatif dan kemampuan beradaptasi dengan cepat pada keadaan baru merupakan beberapa contoh keterampilan hidup yang Bagawan Domya coba ajarkan ke murid-muridnya.


4. Menjadi pembelajar seumur hidup (lifelong learner)

Point terakhir ini memang tidak secara tersurat kita temukan dalam kisah Bagawan Domya. Akan tetapi, dapat kita simpulkan baik Bagawan Domya sebagai guru, maupun sang Arunika, sang Utamanyu dan sang Weda sebagai murid, mereka adalah sama-sama seorang pembelajar.

Sebagai seorang guru, Bagawan Domya tentunya harus selalu belajar untuk menjadi guru yang baik. Sebagai murid, Sang Arunika, sang Utamanyu dan sang Weda, tentu saja tugas dan kewajiban mereka adalah belajar. Baik belajar secara langsung dari gurunya atau belajar mandiri berdasarkan pengalamannya dalam melakukan tugas-tugas ataupun perintah dari gurunya.

Dan setelah mereka tamat, mereka akan terus belajar. Karena belajar adalah aktivitas seumur hidup. Berhenti belajar sama artinya dengan mati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar