Kisah kematian Raja Parikesit digigit Naga Taksaka


Perang Kuruksetra telah berakhir dimana Pandawa menjadi pemenangnya. Yudhistira dinobatkan menjadi Raja, memerintah Kerajaan Kuru 36 tahun lamanya.

Setelah mendengar kehancuran wangsa Yadawa dan kematian Krisna, Raja Yudhistira  dan keempat saudaranya, Bhima, Arjuna, Nakula dan Sahadewa, serta Drupadi memutuskan untuk meninggalkan tahta dan berangkat ke hutan.
Tahta diserahkan kepada satu-satunya keturunan Wangsa Kuru, yang pernah mati dalam kandungan ibunya, yang hidup kembali karena anugrah Krisna, putra Abimanyu dan Uttari, cucu Arjuna, Parikesit namanya.

Raja Parikesit memerintah Kuru dengan adil dan bijaksana, seperti Rama dari Ayodhya. Ia adalah pemuja Dewa Wisnu yang setia, dan kesatria panutan seperti Arjuna, kakeknya sendiri.

Suatu hari, Raja Parikesit melakukan salah satu kebiasaannya, yaitu berburu. Hutan belantara dijelajahinya untuk memburu binatang. Karena lelahnya, Raja Parikesit memutuskan untuk beristirahat sejenak di sebuah tempat pertapaan.
Bagawan Samiti, sang pemilik pertapaan, saat itu sedang duduk bertapa dan melakukan monabrata (puasa berbicara). 

Tatkala Raja Parikesit bertanya ke mana binatang buruannya pergi, Bagawan Samiti hanya diam membisu. Karena pertanyaannya tidak dijawab, Raja Parikesit merasa kesal. Lalu dilihatnya ada bangkai ular setengah membusuk tergeletak di tanah dekat tempatnya berdiri. Tanpa pikir panjang, ular itu diambilnya dengan anak panahnya, lalu dikalungkan ke leher Bagawan Samiti.

Seorang pertapa bernama Kresna menyaksikan perbuatan Parikesit, lalu menceritakannya kepada putra Begawan Samiti, sang Srenggi namanya. Sang Srenggi pertapa sakti, tetapi punya sifat pemarah.

Tatkala mendengar cerita pertapa Kresna, sang Srenggi tidak bisa menahan amarahnya, kemudian mengucapkan sumpah. Ia mengutuk Raja Parikesit agar mati digigit ular dalam waktu tujuh hari sejak sumpah itu diucapkan. Ada seekor naga sakti, sang Taksaka namanya saudara dari sang Anantaboga dan sang Basuki, yang mendengar dan menyanggupi kutukan tersebut.

Begawan Samiti kecewa terhadap perbuatan sang Srenggi yang mengutuk raja yang telah memberikan mereka tempat berlindung. Sang Srenggi bersedia membatalkan kutukan itu asalkan sang Raja sendiri yang memintanya.

Bagawan Samiti lalu mengutus salah satu muridnya untuk memberitahu Raja Parikesit dan mengundangnya agar datang kembali ke pertapaannya, untuk meminta agar sang Srenggi membatalkan kutukan tersebut. Tetapi akibat menjaga gengsinya sebagai raja, Parikesit segan untuk datang kepada sang Srenggi.

Raja Parikesit memilih untuk membuat perlindungan agar terhindar dari kutukan digigit ular. Menara tinggi lalu dibuatnya. Para pengawal yang sangat tangguh dikerahkannya. Para tabim ahli bisa ular dipanggilnya.



Tujuh hari kemudian, sang Taksaka pergi ke Hastinapura, ibu kota Kerajaan Kuru, dalam misi melaksanakan perintah sang Srenggi untuk menggigit Raja Parikesit. Di tengah perjalanan ke Hastinapura, Taksaka bertemu dengan seorang ahli bisa bernama Kasyapa yang hendak melindungi Raja Parikesit. Tujuan sebenarnya adalah agar memperoleh emas, perak dan berlian dari sang raja.

Kasyapa menantang Taksaka untuk beradu kesaktian. Dilihatnya ada seorang penebang pohon tidak jauh dari situ. Taksaka disuruh menggigit orang tersebut beserta pohonnya. Dengan sekali gigitan, orang beserta pohon yang ditebangnya berubah menjadi abu.

Abu lalu dikumpulkan Kasyapa, dimantrai, kemudian kembali seperti sedia kala. Taksaka kalah, lalu menawarkan emas, perak, berlian serta permata lalu meminta Kasyapa agar segera pulang dan mengurungkan niatnya pergi ke Hastinapura.

Sang Taksaka lalu melanjutkan perjalanannya. Setibanya di Hastinapura, dilihatnya penjagaan istana sangat ketat. Raja Parikesit berlindung di dalam menara tinggi dan dikelilingi oleh para prajurit dan tabib ahli bisa ular.

Taksaka lalu memanggil salah satu saudaranya, memintanya menyamar menjadi brahmana untuk mengantarkan buah jambu ke istana. Taksaka sendiri menyamar menjadi ulat dan bersembunyi di salah salah satu jambu itu.

Pada saat menjelang malam, Raja Parikesit merasa aman, sebab hari ketujuh akan segera berakhir. Raja Parikesit lalu menyuruh salah satu pengawalnya untuk mengambil jambu yang dibawakan oleh brahmana tadi.

Tatkala jambu dibelah, keluarlah seekor ulat hitam dengan mata merah yang langsung berubah menjadi sang Taksaka. Leher Raja Parikesit kemudian digigitnya, seketika tubuh sang raja menjadi abu. Sang Taksaka lalu melayang ke angkasa, pulang ketempat asalnya setelah berhasil melaksanakan kutukan sang Srenggi.

Ketika menginggal digigit Naga Taksaka, Raja Parikesit telah memerintah di Hastinapura selama 24 tahun. Sang raja meninggal saat berumur 60 tahun.


Sumber: Kitab Adi Parwa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar